𝐖𝐨𝐨𝐰... 𝐏𝐢𝐬𝐚𝐧𝐠 𝐑𝐚𝐤𝐬𝐚𝐬𝐚 𝐝𝐢 𝐏𝐚𝐩𝐮𝐚 𝐒𝐞𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢 𝐏𝐨𝐡𝐨𝐧 𝐊𝐞𝐥𝐚𝐩𝐚.
Bintangnews.online:
Musa ingens W. Simmonds merupakan nama ilmiah untuk pisang raksasa yang hanya ditemukan di Pulau Papua.
Disebut pisang raksasa karena dapat tumbuh setinggi pohon kelapa. Masyarakat Papua sudah lama mengenal dan memanfaatkan batang, daun, serta buah pisang ini.
Di hutan dan kebun warga, pohonnya bisa tumbuh setinggi 25 meter. Daunnya bisa mencapai enam meter dengan lebar 1 meter.
Pisang liar hampir semuanya berbiji, sedangkan yang dikonsumsi secara luas merupakan hasil persilangan dan rekayasa genetik.
Hutan Papua menyimpan kekayaan hayati luar biasa. Salah satunya adalah Musa ingens N. W. Simmonds, nama ilmiah untuk pisang raksasa yang hanya ditemukan di pulau ini.
Disebut pisang raksasa karena dapat tumbuh setinggi pohon kelapa. Saking besarnya, lingkar batangnya melebihi dekapan tangan orang dewasa. Masyarakat Papua sudah lama mengenal dan memanfaatkan batang, daun, serta buah pisang ini.
Suatu ketika Norman Willison Simmonds, nama yang kemudian disematkan pada pisang ini, melakukan perjalanan ke Asia Pasifik pada 1954 hingga 1955, untuk mengumpulkan tanaman khususnya pisang.
Dia seorang botanis Inggris sekaligus kolektor tanaman. Dua bukunya berjudul “Bananas” dan The Evolution of Bananas” menjadi rujukan untuk pengembangbiakan dan klasifikasi tanaman pisang.
Saat berada di Papua New Guinea, dia menjumpai pisang raksasa itu. Pada Desember 1954 spesimen tanaman ini tercatat di Kew Royal Botanical Gardens, Inggris, dengan lokasi penemuan di Aiyura dan distrik Morobe, Skindewai, pada Januari 1956
Dari segi ukuran, hingga sekarang belum ada yang mengalahkan pisang raksasa ini. Di hutan dan kebun warga, pohonnya bisa tumbuh setinggi 25 meter. Daunnya bisa mencapai enam meter dengan lebar 1 meter. Sementara buahnya berukuran 10 hingga 20 cm, dengan diameter hingga 10 cm.
Satu tandan, berisi hingga 300 buah, dengan berat keseluruhan bisa mencapai 60 kg. Besar jantung pisangnya bisa melebihi kepala manusia dewasa. Saat masih mengkal, buahnya berwarna hijau dan kekuningan saat matang.
Warga jarang memanfaatkan buahnya sebagai makanan, hanya sebagai obat. Ini karena buahnya berbiji banyak. Pisang liar hampir semuanya berbiji, sedangkan yang dikonsumsi secara luas merupakan hasil persilangan dan rekayasa genetik.
Ayub Yekwam, Kepala Kampung Banfot, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat, dalam tulisan sebelumnya menjelaskan, warga memanfaatkan daun pisang untuk atap rumah darurat di hutan, alas duduk, dan alas makanan. Sedangkan pelepahnya, digunakan untuk menyimpan hasil buruan atau hasil kebun. Dalam bahasa lokal pisang ini disebut ndowin atau apit sepoh.
“Ndowin tidak bisa kami makan karena dianggap pamali. Biasanya kami gunakan untuk obat atau dinding rumah saja,” katanya.
Pisang raksasa ini tumbuh di dataran tinggi antara 1.200 hingga 2.000 mdpl. Tanaman ini tumbuh baik di hutan hujan dengan lingkungan berkabut dan berhawa dingin. Tegak lurus di antara pohon-pohon di hutan yang memperebutkan sinar matahari.
Pakar lain yang pernah menjumpai pisang raksasa ini adalah Jeff Daniells, pada 1989 lalu di Papua Nugini. Perjalanan pakar dari Australia ini dibiayai oleh International Board of Plant Genetic Resources, yang bertujuan mengumpulkan varietas tanaman langka dan hampir punah, sehingga materi genetis yang tak ternilai bisa diselamatkan.
Daniels menyebutkan tanaman ini tidak akan hidup di dataran rendah, karena tidak sanggup hidup di cuaca panas. Namun ini sekaligus memberi peluang di masa depan, dengan rekayasa genetika bisa menumbuhkan tanaman di wilayah dingin menggunakan gen dari Musa ingens.
Pisang raksasa sebenarnya tanaman herba terbesar di dunia, karena tidak memiliki serat kayu atau lignin. Sehingga dibanding misalnya pohon kelapa, tanaman ini lebih dekat dengan jahe. Selain dengan biji, tanaman pisang bisa diperbanyak melalui rimpang atau tunas bonggolnya.
Hari Suroto, peneliti Pusat Arkeologi Lingkungan BRIN, pada September 2021 lalu pernah menjumpai tanaman ini berada di tepi jalan raya Fakfak-Kokas, km 18, Kaisu, Kampung Mananmur, Distrik Kayauni, Fakfak, Papua Barat. Diapun membagikan foto-fotonya dan menjadi pemberitaan di berbagai media.
Sementara tim dari Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan [BP2LHK] Manokwari, pada April 2017 menjumpai tanaman ini di Kampung Kwau, Distrik Mokwam, Kabupaten Manokwari, yang berbatasan dengan Kabupaten Pegunungan Arfak. Lokasinya bisa ditempuh dengan kendaraan darat dari pusat kota Manokwari selama dua jam.
Hadi Warsito dari BP2LHK Manokwari menjelaskan sebaran pisang raksasa Papua meliputi wilayah Manokwari [Cagar Alam Pegunungan Arfak], Kaimana, Teluk Wondama dan Fak-Fak [Cagar Alam Fak-Fak Tengah]. Juga, di Kabupaten Yapen [Cagar Alam Yapen Tengah] dan di Kabupaten Tambrauw [Banfot dan Esyom, Muara Kali Ehrin].
Pisang ini masih bisa tumbuh di hutan sekunder atau hutan bekas kebun. Karena sulit dibudidayakan, menjaga kelestarian hutan Papua menjadi satu-satunya cara agar pisang ini bisa kita lihat selalu.(𝚒𝚏𝚘)
0 Komentar